Paradigma Teknisi Maintenance

Semakin derasnya temuan-temuan teknologi berdasarkan penelitian atau perkembangan di lapangan menuntut kecepatan perkembangan juga di sektor tenaga ahli (SDM). Pemakaian / operasional tidak akan berfungsi baik, jikalau kesetaraan dalam mengintroduksi (transfer teknologi tidak ditingkatkan kemampuan dari sisi SDM-nya). Perkembangan teknologi elektronika berbasis IC (Integrated Circuit) juga makin meningkatkan perubahan yang terjadi pada teknologi kontrol (Kendali). 

Di satu sisi olah pakai perkembangannya pada suatu bangunan terus bertambah. Kerjasama antara aplikasi bidang Mekanikal (pompa, pintu, blower, fan, dll) dengan Elektrikal (daya, motor, kelistrikan, dll) terus saling mengisi, diantaranya telah dipergunakannya alat control (kendali) untuk mempermudah efisiensi dan efektifitas dalam pengoperasian.

Tentu dibutuhkan jenis perawatan yang Realibility (kehandalan) untuk memperoleh hasil maksimal dari sisi ekonomis penggunaannya. Aspek perawatan dan kemampuan pelaksanaannya (Maintainability) merupakan aspek utama bagi perusahaan. Berkenaan dengan operasionalisasi perawatan ME suatu gedung, banyak pelaksanaan dari kegiatan ini mengalami kegagalan dikarenakan tidak mampu melaksanakan dan mengaplikasikan manajemen perawatan serta meningkatkan kemampuan pelaksanaannya dengan baik dan efektif, keseluruhan dari kegiatan ini merangkum tiap engineer harus memiliki berbagai metodologi dan teknik aplikatif untuk analisis kemampuan teknisnya. 

Merancang sistem serta menentukan rata-rata kegagalan dari suatu komponen dengan meningkatkan kemampuan secara vertical akan diperoleh potongan-potongan nilai dari kemajuan teknologi terkini, kemampuan mengolah data, membuat informasi dan merumuskan kebijakan, secara tidak langsung akan diperoleh suatu metode. Metode untuk melakukan perawatan dengan berbasis kemampuhandalan untuk setiap komponen dalam operasionalisasi di suatu gedung.

Sebagaimana diketahui bahwa kemampuhandalan adalah kunci 
untuk mengendalikan permasalahan waktu, kualitas produk, keselamatan, serta biaya perawatan. Tiap metode harus memiliki suatu nilai dalam mengidentifikasi dan mengendalikan komponen dalam rangka menekan biaya perawatan dan menjaga kehandalan kinerja dalam aktifitas pengelolaan dan operasional gedung. Dengan konsep yang jelas, tiap engineer (teknisi) dituntut untuk selalu dapat mengimplementasi secara terintegrasi semua komponen terpasang di dalam gedung, agar kinerja dan produktifitas yang dicapai dapat mengimbangi kemajuan dari perkembangan teknologi yang semakin cepat ini, dari waktu ke waktu


Kualitas Perawatan (Quality Maintenance)
Variabel kualitas dari pekerjaan yang terjadi di tiap perusahaan (organisasi) sangat dipengaruhi oleh mutu (kualitas) dari sistem pengukuran / inspeksi. Pada gedung jika sistem pengukuran / inspeksi yang dilakukan tidak baik (terjadi measurement system variation / error) akan mengakibatkan data tidak valid dan tidak reliable; implikasinya adalah kesalahan dalam memutuskan pendelegasian suatu penyelesaian di dalam pekerjaan, baik operasional peralatan, pemeriksaan suatu unit atau perbaikan dari suatu sistem unit terpasang. Sehingga akan menghasilkan ketidakpuasan dari penghuni (owner) dan timbul komplain tak terduga.

Sebagaimana juga dialami Negara maju yang telah banyak memiliki / membangun gedung tinggi, persoalan yang muncul adalah bagaimana merawat (maintenance) gedung / bangunan tersebut. Bukan hanya bentuk dan jenis dari tindakan suatu pekerjaan perawatan yang dilaksanakan terencana. Pada satu sisi data atau pola kajian ilmiah tentang perawatan gedung di Indonesia masih sangat langka. Padahal data tersebut sangat penting artinya bagi pengembangan berbagai disiplin ilmu yang pada akhirnya akan bermuara pada penggunaan alat ukur penetapan kualitas pekerjaan.

Integrasi dari semua ini adalah pengertian berkelanjutan pada pelaku industri gedung bahwasannya penekanan factor quality maintenance (Kualitas Perawatan) sudah sangat diperlukan. Dalam suatu gedung tinggi yang modern diharapkan dapat mendukung kebutuhan aktifitas manusia yang berada di dalam gedung. Untuk itu di dalam gedung perlu disediakan segala sesuatu yang dibutuhkan bagi metabolisme manusia, seperti udara dan air bersih, pengolah limbah, privasi, kenyamanan dan keamanan. Perencanaan lokasi (tempat) keberadaan tiap peralatan terpasang berdampak pada seluruh aktifitas pekerjaan teknis perawatan pada akhirnya.

Berkumpulnya semua peralatan untuk menunjang kegiatan di atas, perlu dipertimbangkan berbagai aspek yang termasuk dalam lingkup pengoperasian, perawatan dan perbaikannya. Sehubungan dengan hal tersebut, maka di suatu gedung dibutuhkan kepastian dalam koordinasi antar instansi berdasarkan kompetensi dan kepentingannya. Lingkup dari semua ini adalah wadah yang terarah dan jelas (spesifikasi) dalam pelaksanaan pekerjaan, baik internal atau eksternal. Begitu pula dengan kekurangan data tentang perawatan gedung berkualitas (Quality Maintenance Building).
Pada dasarnya perawatan peralatan ME gedung yang menyeluruh (Total building Maintenance) meliputi aspek-aspek dari komponen elektrik, mekanikal, sipil, pembersihan (Cleaning) dan keamanan (Security). Kegiatan perawatan terhadap komponen – komponen dapat berupa pencegahan (Protection), Perbaikan (repairing) dan Pembaharuan (renovation).



Pengarahan (Supervisi) Efektif dengan Pelaksana Teknik
Komunikasi adalah suatu proses penyampaian pesan (ide, gagasan) dari satu pihak lain agar saling mempengaruhi diantara keduanya. Pada umumnya, komunikasi dilakukan dengan menggunakan kata-kata (lisan) yang dapat dimengerti oleh kedua belah pihak. Apabila tidak ada, bahasa verbal yang dapat dimengerti oleh keduanya, komunikasi masih dapat dilakukan dengan menggunakan gerak-gerik badan, menunjukan sikap tertentu, misalnya senyum, mengelengkan kepala, mengangkat bahu. Cara seperti ini disebut komunikasi dengan bahasa nonverbal atau bahasa isyarat.

Begitu pula dalam pelaksanaan management perawatan peralatan ME gedung, interaksi yang saling terjadi kerap dijembatani oleh komunikasi yang tercipta, untuk mencapai tujuan yang dikehendaki. Supervisi yang efektif adalah dengan terciptanya komunikasi 2 (dua) arah yang positif, sehingga pesan yang disampaikan dapat dimengerti oleh penerima pesan tersebut, yaitu manusia.

Berkomunikasi untuk membagi pengetahuan dan pengalaman. Bentuk umum komunikasi manusia termasuk bahasa sinyal, bicara, tulisan, gesture dan broadcasting. Komunikasi dapat berupa interaktif, transaktif, bertujuan atau tak bertujuan. Dengan supervisi, anda dapat memberikan inspirasi kepada anak buah atau rekan kerja untuk bersama menyelesaikan pekerjaan dengan jumlah lebih banyak, waktu lebih cepat, cara lebih mudah, dan hasil yang lebih baik daripada jika dikerjakan sendiri.

Bagaimana kunci supervisi yang efektif, sehingga dapat merealisasi rencana besar dengan sukses ? R. Keith Mobley dalam artikelnya “The Keys to Effective Supervision”, mengemukakan beberapa hal yang harus diperhatikan dalam menerapkan supervisi efektif.

Ciri-ciri Supervisi Efektif
Untuk melakukan supervisi efektif, terlebih dahulu seorang supervisor perlu mengetahui ciri-ciri dari supervisi yang efektif. Karena ciri ini yang akan dijadikan panduan dalam mengembangkan ketrampilan supervisi di bidang teknik. Pendelegasian, sebagai contoh adalah Kapten sebuah Kapal Laut, tugas utama seorang kapten kapal adalah menahkodai kapal tersebut, sehingg bisa terus melaju kea rah yang benar, yaitu ke tempat tujuan yang telah ditetapkan. Jika kapten kapal melakukan semua pekerjaan di kapal tersebut sendirian (misalnya ; membersihkan dek, mencuci, memasak, memeriksa dan merawat mesin, menutupi kebocoran kapal), maka ia tidak akan ada waktu lagi untuk mengemudikan kapal karena ia terlalu sibuk melakukan segala sesuatunya sendirian. Ia tidak akan ada waktu untuk melihat ke arah mana melaju, karena perhatian dan tenaganya sudah terkuras melakukan hal yang sebenarnya bisa dikerjakan anak buah kapal.

Demikian pula dengan seorang manager/chief, supervisor atau pimpinan unit, ia harus bisa membawa timnya ke target yang telah ditetapkan. Dengan keterbatasan waktu dan tenaga, akan lebih efektif jika kita mendelegasikan sebagian tugas-tugas, terutama yang bersifat teknis lapangan kepada anak buah. Komunikasi verbal yang tercipta antara atasan dan bawahan (vertical dan horizontal) dapat menjaga efektifitas kerja yang berkelanjutan, berkesinambungan. Termasuk pengawasan operasionalisasi peralatan, keluhan fungsi peralatan dan optimalisasi pemakaian peralatan terpasang. 

Jika komunikasi tidak efektif semua tujuan dalam penyelenggaraan suatu operasional gedung tidak akan maksimal, sesuai yang digariskan (tujuan) sebelumnya. Dalam berkomunikasi di sini, bukanlah komunikasi satu arah (memberikan tugas saja), tetapi yang terlebih utama adalah komunikasi multiarah, yang juga mencakup kemampuan mendengarkan keluhan, masukan dan pertanyaan dari para teknisi. Dalam mengkomunikasikan tugas-tugasnya, seorang supervisor perlu menggunakan bahasa yang mudah dimengerti oleh orang yang harus melaksanakan tugas tersebut. 

Bahasa yang sejajar dengan kemampuan dan cara berfikir anak buah (teknisi). Jadi, tugas lapangan lainnya, perlu didelegasikan kepada anggota tim,dengan kata lain diperlukan keseimbangan tugas suatu tim. Seorang pimpinan diberikan otoritas (wewenang) untuk mengambil keputusan dan memberikan tugas kepada orang-orang di bawah tanggung jawabnya. Otoritas ini harus digunakan dengan tepat, artinya management pengelolaan peralatan suatu gedung harus menyeimbangkan penggunaan otoritas tersebut. 

Ia perlu tahu kapan harus menggunakan otoritas ini, dan kapan harus menahan diri dan membiarkan bawahan bekerja mengoptimalkan kreativitas mereka. Keseimbangan juga mengacu pada sikap yang diambil oleh seorang pemimpin, kapan harus bersikap tegas, dan kapan harus memberi kesempatan pada bawahan untuk menyampaikan pendapat. Contoh, “Example is the best policy”, mungkin prinsip inilah yang penting untuk diterapkan dalam melakukan tindakan supervisi. Seringkali berkata saja kurang efektif dan sulit untuk dimengerti, maka dalam kondisi seperti ini tindakan yang paling tepat adalah dengan memberikan contoh konkrit bagaimana bersikap dan bagaimana melakukan suatu tugas (teknis).

Di dalam supervisi juga perlu diketahui bahwa bawahan akan melihat dan mengamati tingkah laku pimpinan mereka sebagai pedoman tingkah laku di tempat kerja. Jadi jika manager atau supervisor menginginkan bawahannya untuk disiplin waktu, antara lain dengan tidak datang terlambat, menyelesaikan tugas sesuai target (deadline) atau jika mungkin sebelum target.

Seorang supervisor atau manager, juga merupakan jembatan antara staff yang mereka pimpin dengan management puncak. Jadi dalam berkomunikasi harus bisa menyampaikan keinginan dan usulan karyawan pada pihak management puncak. Sebaliknya, seorang pemimpin harus bisa menyampaikan visi dan misi yang telah ditetapkan, serta keputusan-keputusan lain yang telah dibuat orang management puncak untuk diketahui oleh para karyawan yang menjadi anggota timnya (teknisi).



Peruntukan Peralatan ME Gedung
Bangunan tinggi, yang banyak disebut orang sebagai bangunan bertingkat semakin banyak dibangun, hal ini disebabkan semakin bertambahnya permintaan dan meningkatnya kebutuhan akan ruang, baik untuk melakukan aktifitas, berupa tempat kerja, hiburan atau hunian. Seiring dengan kemajuan teknologi, terutama teknologi bahan, metode konstruksi dan informasi, serta tingginya harga lahan di pusat kota membuat investor di bidang ini (property) harus memaksimalkan semua sumber daya yang dimiliki.

Saat ini bangunan bertingkat bukan hanya milik kota besar, di Indonesia pertumbuhan bangunan bertingkat semakin tersebar di tiap daerah, bukan saja ibukota propinsi, di daerah tingkat II pun sudah melaksanakan pembangunan gedung bertingkat. Semua ini dilaksanakan untuk mengoptimalisasikan nilai ekonomis dari suatu gedung bertingkat (Sektor Riil). 

Menindaklanjuti pembangunan hal di atas, didalam pemakaian peralatan perlu pemaparan secara sistematis untuk menjelaskan fungsi kerja peralatan bangunan bertingkat guna mencapai tujuan utama peruntukan peralatan dimaksud yang dapat dianalogikan sebagai berikut :

A.     Peralatan utama
Peralatan yang difungsikan untuk mengoperasionalkan “sumber” tak tergantikan dan atau tujuan pengadaannya sangat signifikan demi menunjang aktifitas utama penghuni gedung bertingkat. Dengan idiom “Air mengalir, lampu menyala, telepon berdering dan ruangan sejuk” dapat mengartikulasikan kegunaan dari peralatan utama. Artinya, untuk contoh pengertian “Air mengalir” terdapat peralatan-peralatan yang menyediakan kebutuhan dari proses sistem tersebut. Mulai dari bak penampung (Ground dan Roof) tank, pompa transfer, pompa booster dan peralatan control di dalam panel distribusi listrik yang sesuai kebutuhan. 
Dari satu sisi ini, sudah diketahui secara tepat dan cepat dari proses pengadaan “Air” untuk kebutuhan penghuni gedung bertingkat. Dengan kata lain, pemecahan masalah akan lebih mudah jika para pelaksana lapangan (Teknisi) mengetahui terlebih dahulu proses dari suatu system, Lokasi dan peralatan yang terpasang. Teknis operasional, waktu operasional dan pengguna akhir (Konsumen), semua ini merupakan dasar utama dalam pekerjaan operasional, perawatan dan penyelesaian suatu masalah, dalam satu bidang di manajemen operasional pengelolaan peralatan ME gedung bertingkat, begitu seterusnya untuk sistem peralatan yang lain.

B.     Peralatan pendukung
Peralatan yang memiliki fungsi untuk dioperasikan dalam membantu aktifitas penghuni gedung bertingkat, dilihat dari komposisi peruntukannya memiliki pengganti, sebagai contoh Lift penggantinya tangga, Exhaust fan penggantinya jendela dan lain sebagainya.
Artinya peralatan pendukung diadakan untuk meningkatkan kegiatan penghuni gedung bertingkat, yang memiliki kepentingan tidak terlalu primer (signifikan), tetapi cukup untuk mengurangi nilai efektifitas dan produktifitas penghuni gedung bertingkat di dalam kegiatan sehari-hari.

Dari Pendekatan yang diterapkan, dapat diambil garis lurus bahwa jika seorang teknisi dalam melaksanakan pemecahan (Penyelesaian) masalah akan lebih mudah, bila mengetahui lebih dahulu alur proses dari suatu sistem peralatan serta fungsi peralatan yang tersedia, lokasi, teknis operasional, waktu operasional dan peruntukan peralatan, sehingga dalam suatu tindakan pemecahan masalah tiap teknisi telah memiliki pola pikir yang tergambar (Content Visual) di dalam menunjang pekerjaannya.



Strategi Mencapai Tujuan “Gabungan Keunggulan”
Penambahan kapasitas daya genset, Perubahan tata ruang, Penambahan daya terpasang, Penggantian kapasitas motor exhaust dll apakah dapat dikatakan proyek? Ya, karena jenis pekerjaannya bukan suatu rutinitas yang sudah terjadwal atau ditentukan, dari pelaksanaan dan jenis pekerjaan telah tergambarkan suatu gabungan beberapa aktifitas dimana tiap pekerjaan terintegrasi memiliki target sendiri dan lebih spesifik. Pekerjaan rutin yang secara terus menerus akan diperoleh suatu proses, sehingga proses yang berkesinambungan tidak dapat dianggap suatu proyek.

Setiap proyek harus memiliki kualifikasi dan spesifikasi yang jelas terutama dalam hal “Waktu dan Target”, ada start and finish (awal dan akhir). Dengan proyek, kita memiliki usaha guna menghasilkan produk atau jasa yang unik (spesial). Kompetisi yang semakin ketat, apalagi pada tahun 2010, Negara kita entah siap atau tidak siap harus menerima serbuan dari pihak luar, dalam penerapan ekonomi dibidang produk dan jasa. Tanpa memiliki metode yang akan dilaksanakan, niscaya sebagian besar SDM yang dimiliki hanya menjadi penonton.
 
Suatu metode (strategi) pendekatan yang fleksibel dan tanggap untuk menghadapi permintaan pelanggan (konsumen) yang selalu berubah adalah penting. Dengan kata lain, suatu produk atau jasa diberikan harus mampu menghasilkan nilai dengan “lebih cepat, lebih murah dan dengan kualitas yang lebih baik” dibandingkan dengan produk pesaingnya, sehingga “PROYEK” disini dipakai sebagai salah satu “STRATEGI TOOL” untuk mecapai sasaran atau target tertentu.

Jelas, bahwa proyek tidak harus diasumsikan dengan dunia Konstruksi, baik juga untuk Non-Konstruksi. Perbedaan antara keduanya hanya pada produk akhirnya, Nyata (Tangible) dan tidak nyata (Intangible).

Dengan penerapan langsung dari Pengetahuan, Keterampilan, Tolls dan Teknik pada suatu aktifitas, sehingga aktifitas tersebut memiliki persyaratan dan kebutuhan dari suatu perencanaan yang terpenuhi, hal ini yang disebut Manajemen Proyek. Dengan Manajemen Proyek setidaknya dapat dilihat dan dikelola dari 9 Subdisiplin Pengetahuan / Manajemen ( A Guide to The Project Management Body of Knowlage ),

Yakni: Lingkup pekerjaan, Waktu pencapaian, Biaya, Kualitas hasil, SDM, Komunikasi, Resiko, Procurement dan Integrasi. Pada aplikasinya tidak semua manajemen tersebut diatas mudah untuk pelaksanaanya.

Tanpa memiliki kemampuan intuisi dan penguasaan informasi akan menyebabkan tidak maksimalnya kualitas dari hasil pekerjaan dan kadang kala terjadi kegagalan. Penguasaan informasi dapat diperoleh berdasarkan data diolah pada waktu sebelum direncanakan proyek. 

Untuk merumuskan pencari solusi suatu masalah, melaksanakan solusi dan memonitor hasil dari tindakan berkelanjutan. Instuisi dibangun berdasarkan masalah yang sering dihadapi, baik secara “terbuka” atau “tertutup”. 

“Terbuka” mengandung arti permasalahan telah diketahui dari sisi pengetahuan, standarisasi penerapan kerja, evaluasi berkelanjutan yang jelas, menghitung nilai keberhasilan yang diperoleh dan menghindari perbedaan pandangan dalam suatu sudut pola pikir. 

“Tertutup” artinya memiliki kontribusi dalam tiap peristiwa yang tidak dapat terselesaikan, tidak hanya berdasarkan pengetahuan akan tetapi pengalaman dan jam terbang kerja serta usaha meningkatkan analisa (kesimpulan) sehingga memperoleh pembuktian dalam tiap kasus / masalah.

Untuk semua ini, setiap orang memiliki kualitas yang berbeda, acapkali ditemui kegagalan dari suatu proyek. Pimpinan proyek harus memahami benar bagaimana cara mempertahankan kinerja SDM, logistik material, kondisi physikologis tim, waktu tak terjadwal, komunikasi verbal dan non verbal, kegagalan suatu pekerjaan, teknis dari proses dan pengumpulan keseluruhan materi tersimpul.
Jika seorang pimpinan proyek tidak terbiasa melaksanakan cakupan strategi, kemungkinan proyek tidak akan mencapai kualitas yang sudah di standarkan. Terbiasakan dalam mengkomunikasikan rencana dan target serta memiliki solusi tepat guna, dapat mengoptimalisasi secara gamblang dalam aktifitas suatu proyek. 

Sinergi yang tepat diantara ke 9 dimensi menejemen di atas akan semakin baik, jika kita memahami secara jelas serta melaksanakan secara tepat dari Asas Manajemen, yakni :

a. Perencanaan
b. Pengkoordinasian
c. Pengorganisasian
d. Pelaksanaan &
e. Pengawasan

Semuanya dapat diperoleh dari hal terkecil, sesuai gambaran aktifitas yang sudah memiliki target dan hasil yang ditetapkan. Nilai Akuntabilitas diperoleh dan secara langsung menambah suatu nilai koordinat yang pasti dalam suatu tindakan atau keputusan.



Teknik Penghematan Energi Gedung
Pengukuran memberikan arti penting bagi seorang teknisi gedung untuk menggambarkan berbagai perubahan dalam bentuk kuantitatif atau angka. Lord Kelvin menyatakan : “Bila anda dapat mengukur apa yang anda bicarakan serta menyatakannya dalam bentuk angka, maka anda mengerti apa yang anda bicarakan. Tetapi bila anda tidak dapat mengukurnya dan tidak dapat menyatakannya dalam bentuk angka, maka pengetahuan anda memuaskan atau mengecewakan”. Yang sering menjadikan masalah, tingkat kesalahan yang terjadi dalam pengukuran sangat diperlukan untuk mengerti karakteristik operasional alat ukur dan cara pengujian guna kinerja yang telah ditentukan.

Fungsi alat ukur yang banyak digunakan di industri maupun di Lab. pengujian antara lain alat ukur suhu, alat ukur tekanan, alat ukur gaya dan lain-lain, harus mampu secara akurat mendeteksi setiap perubahan. Untuk memperoleh unjuk kerja optimum, sejumlah karakteristik dasar harus diperhatikan. Karakteristik alat ukur tersebut harus dapat di ekspresikan dalam bentuk kwantitatif. Akurasi pengukuran adalah salah satu atribut utama dari karakteristik statis yang banyak digunakan sebagai petunjuk penting untuk pemilihan alat ukur. Dalam pengukuran, akurasi setiap alat ukur sangat dipengaruhi oleh sensitifitas rentang kerja.

Di dalam suatu sistem pengelolaan peralatan di Gedung teruntuk di bidang ME (Mekanikal Elektrikal), ada suatu pemahaman hubungan yang saling terkait antara bagian yang satu dengan lainnya, terutama terkait dengan program pemerintah yang sedang digalakkan, penghematan di segala lini terutama dalam penggunaan Energi tak tergantikan yakni Listrik. Dengan Pengukuran yang teratur dan di administrasikan secara baku kita dapat mengevaluasi secara signifikan pemakaian dari peralatan terpasang serta dapat mendefinisikan untuk rentang yang jelas dalam penggunaannya. 

Jika pada awalnya tidak hanya penempatan peralatan berdasarkan fungsi dan peruntukan yang tidak berubah (Tetap) sesuai perancangan, pelaksanaan dari perawatan suatu peralatan ME akan tidak memakan waktu dan biaya yang berubah (besar), akibat kian berkembangnya proses dinamika operasional suatu organisasi, berdampak pula dalam keselarasan guna menunjang “ Kenyamanan “ hingga efektifitas yang teridentifikasi secara keseluruhan. 

Perawatan yang berbasis pada pemuasan terhadap konsumen adalah sebuah sistem yang harus dilaksanakan agar tercapai pendekatan pola teknik penghematan untuk peningkatan kualitas, produktivitas, dan efisiensi sistem integral yang terdiri dari manusia, peralatan utama, peralatan penunjang, material, energi, dan informasi melalui proses perancangan, perencanaan, pengoperasian, pengendalian, pemeliharaan, dan perbaikan dengan menjaga keselarasan aspek manusia dan lingkungan kerja secara berkelanjutan, hal ini menunjukkan manajemen perawatan yang terlaksana dengan baik akan bersinergi dengan pelaksanaan pemanfaatan dari Manajemen Energi dalam suatu gedung. 

Dibutuhkan konsistensi serta afiliasi secara menyeluruh dengan struktur system terarah. Berdasarkan pengamatan seorang pakar Gedung, Potensi penghematan energi pada sektor industri di Indonesia, khususnya perhotelan dan bangunan komersial, masih sekitar 10 hingga 20 persen. Sudah ada beberapa industri dan bangunan komersial yang telah melakukan upaya efisiensi energi, terutama berkaitan dengan penggantian peralatan, pengoperasian peralatan secara tepat, serta penerapan prinsip-prinsip konservasi energi. 


Faktor mendasar yang menentukan keberhasilan penghematan energi adalah juga dengan pengukuran serta pembacaan yang akurat dari suatu alat ukur terpasang, hal ini akan mempermudah kita guna mendeteksi, merubah, memperbaiki, mengganti peralatan untuk mencapai nilai kepatutan (standar) yang pasti untuk suatu nilai pemakaian. Sehingga, Tujuan diperoleh data tersebut dapat dijadikan gambaran secara menyeluruh mengenai pola penggunaan energi di gedung, dan mengidentifikasi peluang penghematan yang mungkin dilakukan, terutama pada peralatan yang membutuhkan energi listrik besar seperti system Tata Udara, Penerangan dan Penggunaan motor induksi lainnya.



Audit Energi dalam Gedung (Bangunan)
“Akumulasi Perencanaan Kerja Berdasarkan Audit Energi”
Energi merupakan tulang punggung utama kegiatan ekonomi, pembangunan dan kegiatan masyarakat lainnya. Akan tetapi pelaku ekonomi dan pembangunan seringkali tidak mengukur efisiensi energi yang dikonsumsi. Banyak desain bangunan (gedung) tinggi lebih memprioritaskan aspek arsitektur dan kurang memperhatikan efisiensi energi pada bangunan yang didesain. Padahal energi makin lama makin mahal, tiap periode waktu tertentu, harga BBM dan listrik terus meningkat karena subsidi pemerintah berkurang.

Pentingnya energi bagi kelangsungan hidup bangsa membuat MENRISTEK (Menteri Negara Riset & Teknologi) RI memasukan bidang energi sebagai bidang yang diprioritaskan (keputusan Meneg. Ristek RI. No. 02 / M / KP / II / 2000 tentang Kebijakan Strategis Pembangunan Ilmu Pengetahuan & Teknologi Nasional atau Jakstra Ipteknas th. 2000 ~ 2004). Bidang energi ditandaskan lagi menjadi salah satu prioritas utama nasional melalui keputusan Meneg. Ristek RI No. 28 / M / KP / V / 2000 tentang Prioritas Utama Nasional Riset & Teknologi (Punas Ristek ) tahun 2001 ~ 2005

Pengertian Manajemen audit energi adalah audit energi berarti adanya manajemen yang tepat dalam penggunaan energi. Tiap langkah pelaksanaan kerja adalah merupakan implementasi dari perencanaan (Jadwal) sudah ditetapkan untuk memperoleh hasil maksimal dalam pemakaian energi, sebagi contoh, jika suatu pekerjaan tidak mengindahkan dari khasanah yang ditentukan terutama standar kualitas dari seorang pelaksana M/E (Teknisi) akan membawa ke suatu tindakan yang menganggap pekerjaan telah berjalan baik. Padahal, jika ditelusuri secara cermat, aktifitas pelaksanaan kerja dari seorang pelaksana harus mengikuti standarisasi operasional yang sudah ditetapkan secara baku. 

Dari perencanaan kerja sudah diterapkan segala hal untuk menghindari suatu permasalahan pemakaian energi. Contoh lain, sebuah bangunan (gedung) harus punya catatan hirarki yang jelas mengenai besarnya daya (Watt) yang dipakai dalam periode tidak terlalu lama (1 bulan). Strategis administrasi yang dilakukan harus memiliki kemampuan mengetahui alur dari suatu pelaksanaan obyek. Akan lebih baik jika tiap bangunan memiliki tim yang mengkaji khusus mengenai manajemen audit energi. Dimulai dari perencanaan, pengumpulan data dasar, pengelolaan informasi, mengindetifikasi peluang penghematan energi yang memerlukan investasi, penentuan biaya rendah dan penyusunan laporan audit yang sistematis, membuat target audit energi semakin mendekati kontribusi real dalam implementasinya.

Jika sudah ditemukan dasar obyek yang signifikan untuk membuat perencanaan, koordinasi serta pengawasan untuk pelaksanaannya akan semakin mudah untuk dikendalikan. Dalam pelaksanaannya manajemen audit energi jangan sampai mengurangi produktifitas dan menurunkan kualitas untuk pengguna gedung (konsumen) dan pelaksana (manajemen gedung) yang penting adalah mengoptimalkan penggunaan energi, sehingga konsumsi benar disesuaikan untuk kebutuhan dan peruntukannya. Penghematan dari hasil audit bukan berarti membawa dampak harus mengurangi penggunaan energi secara sembarangan dan harus menghentikan segala aktifitas sosial dan ekonomi. Juga pengurangan kualitas layanan, sehingga timbul ketidaknyamanan beraktifitas, ketidakamanan social dan penurunan produktifitas.
 
Potensi penghematan energi masih dapat dimaksimalkan terutama dalam gedung (Bangunan) komersial, upaya yang paling efektif adalah penggantian peralatan (Waktu pemakaian telah habis), pengoperasian peralatan dengan tepat, implementasi prinsip konservasi energi dan pola pikir dari pemakai dan pengelola.
 
Selain hal diatas faktor terpenting untuk pelaksanaan manajemen audit energi adalah desain gedung, manajemen energi (administrasi) dan komitmen pimpinan dengan pelaksanaan yang tertib dan teratur, manajemen audit energi dalam gedung akan memperoleh suatu gambaran (informasi) secara menyeluruh mengenai dasar (pola) penggunaan energi di gedung dan memilah indentifikasi peluang penghematan yang akan diterapkan.



Manajemen Logistik (Pengadaan) Operasional Gedung
Pelayanan Menyeluruh untuk Kepuasan Pelanggan ( Customer Satisfaction )
Pengelolaan dalam pekerjaan operasional Gedung, sering terbentur kendala dari berbagai aspek, dalam pelaksanaan suatu pekerjaan dimana terdapat batasan waktu yang terbatas, salah satu aspeknya adalah Pengadaan Material (Logistik). Seperti lazimnya suatu pekerjaan di bidang ME (Mekanikal & Elektrikal), selain pengetahuan di bidang kerja, fungsi, spesifikasi dan system kerja peralatan, kontribusi dari system administrasi (History Data) juga dibutuhkan pada saat akan meminta / mengadakan material yang akan terpakai sehingga Volume diminta mencukupi untuk pelaksanaan kerja yang sudah terencana dan terorganisir.

Kadang jika hal terkecil dari suatu aspek di abaikan, akhirnya dapat menghasilkan Resiko besar dari penyelesaian / keberhasilan suatu pekerjaan, khusunya pekerjaan dibidang ME yang membutuhkan ketelitian dan pembagian waktu yang cermat. Dengan kata lain, Strategi, Perencanaan dan akurasi pengadaan (Logistik) material tidak hanya akan mempengaruhi pelayanan saja, tetapi juga kelayakan kinerja menyeluruh Perusahaan. Akhir – akhir ini telah banyak terpakai oleh perusahaan suatu konsep yang dinamakan Manajemen Rantai Pasokan (Supply Chain Management / SCM). Konsep ini adalah Pengelolaan aliran barang dari hulu hingga hilir atau dari Produsen sampai kepada Pemakai. 

Dalam SCM dikenal suatu “anggota” atau mata rantai pasokan material yang terdiri dari Pabrikan, supplier, Distributor, Grosir, Retail dan Pemakai. Sebenarnya konsep ini sudah ada sejak dulu, sama dengan JIT – Manufacturingnya Toyota (Just In Time), pada dasrnya konsep ini mengadopsi system Roda berjalan, dimana pasokan mengalir tiada henti sesuai kebutuhan dalam suatu Proses. Jika terdapat “ Anggota ” yang sakit, otomatis proses membutuhkan prosedur penundaan.

Penyempurnaan dari konsep ini terletak hanya pada sistem Manajemen, Penerapan dari konsep manajemen ini tergantung pada sistem informasi yang terkendali serta infrastruktur yang menopang, sehingga aliran informasi yang up to date (Baru) terus mengalir baik, cepat dan akurat.
Beberapa Faktor yang dapat menyebabkan ketidak tersediaan Material adalah :

1. Keterlambatan dari Pabrik pembuat, vendor atau supplier awal ke perusahaan distribusi atau nondistribusi.

2.      Jumlah Persediaan yang tidak memadai atau kehabisan stock.
3.      Kurangnya pengetahuan dari Manajemen Persediaan produk, jenis produk yang paling, sedang dan tidak sama sekali terjual.

4.      Gangguan distribusi pengiriman, dari transportasi, cuaca, alam dll.

Sistem Manajemen Perawatan Gedung yang berbasis pada pemuasan terhadap konsumen (Customer Satisfaction) adalah sebuah sistem yang harus dilaksanakan agar tercapai pendekatan pola teknik penghematan untuk peningkatan kualitas, produktivitas, dan efisiensi sistem integral yang terdiri dari manusia, peralatan utama, peralatan penunjang, material, energi, dan informasi.

Faktor mendasar yang menentukan keberhasilan MANAJEMEN SEDIAAN (LOGISTIK) adalah dalam penentuan MATERIAL telah dapat diantisipasi sesuai kebutuhan pemakaian dengan frekuensi yang akurat dan tepat. Untuk mempermudah dalam penentuan strategi yang tepat adalah, statistik dari pemakaian material terpakai berdasarkan waktu yang telah dibatasi. 

Dengan asumsi APA, BERAPA dan KAPAN kita dapat secara jelas memetakan kebutuhan dasar untuk penglolalaan suatu Gedung baik untuk material Habis pakai dan tidak habis pakai. Aliansi utama dari kebutuhan material untuk perawatan dan perbaikan terfokus sekali dengan pelaksanaan program kerja dari yang telah direncanakan (Preventive Maintenance, Curative Maintenance dan Breakdown Maintenance) sehingga akan diperoleh Efisiensi dan Produktifitas dari tiap teknisi yang terpusat secara terus menerus (Berkesinambungan).



Manajemen Resiko Operasional Gedung

Prioritas Pemilahan Masalah Guna Minimalisasi Hasil Kerja
Manajemen Resiko adalah proses pengukuran atau penilaian resiko serta pengembangan strategi pengelolaannya. Stategi yang dapat diambil antara lain adalah memindahkan risiko kepada pihak lain, menghindari risiko, mengurangi efek negatif resiko, dan menampung sebagian atau semua konsekuensi resiko tertentu. Manajemen Resiko Tradisional terfokus pada resiko-resiko yang timbul oleh penyebab fisik atau legal (seperti bencana alam atau kebakaran, kematian serta tuntutan hukum).
Project Risk Management (PRM) adalah satu dari sembilan bagian ilmu pengetahuan (Body of Knowledge) yang dicantumkan di Project Management Body Of Knowledge (PMBOK). Teori, konsep dan aplikasi dari PRM telah berevolusi sesuai dengan jamannya. Perubahan pemikiran terlihat dari pola penerapan hard-paradigma (Project dilihat sebagai Mesin) ke arah soft – paradigma (Project sebagai Organisme hidup).

Suatu resiko tidak dapat dihilangkan, ada kemungkinan-kemungkinan yang dapat diterjemahkan guna minimalisasi hasil negatip (tidak akan bisa mengeliminasi 100% resiko) yang akan diperoleh (Awal ke Proses – Kontrol – Hasil). Dalam suatu bangunan, jika kita menerapkan manajemen resiko banyak konsep prioritas yang dapat ditemukan agar diperoleh operasional peralatan optimal.
Risk Avoidance (Alternatif Resiko), Risk Mitigation (Pengalihan Resiko), Risk Transference (Pemindahan Resiko) dan Risk Acceptance (Penerimaan Resiko) merupakan hasil akhir untuk diperoleh kalkulasi dalam penggunaan tiap peralatan terpasang di dalam gedung. Sekarang kita analogikan suatu PRM (Project Risk Management) dalam aktifitas Maintenance (Service AHU). Bayangkan jika tiba-tiba peralatan distribusi udara suatu lantai mengalami kegagalan fungsi (AHU) dimana konsumen utama dari peralatan ini adalah seorang pengguna yang segala sesuatunya harus riil dan logis. 

Pemeriksaan, pengukuran, lihat jadwal service terakhir dan lain pelaksanaan teknis problem solving telah dilakukan, pada akhirnya tinggal titik terakhir yang belum terobservasi, yakni ruangan pengguna / konsumen tersebut sendiri, dan kelihatan sedang tidak bisa diganggu karena kesibukan di luar dari biasanya, adapun lokasi peralatan yang akan diperiksa tepat berada di atas meja kerja. Berhubung ini masalah yang harus ditangani, kita menyadari jumlah resiko yang harus diterima.
Perencanaan, pelaksanaan, koordinasi dan komunikasi telah dilaksanakan dalam penyelesaian sebelumnya, tak terpikirkan jika mengalami hitungan Resiko yang tak teridentifikasi secara menyeluruh, dan tak terbayangkan sebelumnya. Pelaksanaan PRM yang mendasar adalah sebagai berikut :
Fakta : ada pengguna bersangkutan di lingkungan obyek….

Kalkulasi
1.      Berapa kemungkinan diijinkan untuk bekerja ? [0%, 25%, 50%, 100%?]
2.      Apa yang diperoleh jika permasalahan tidak selesai ? [marah, gerutu, di PHK]
3.      Berapa waktu penyelesaian [target] ?
Solusi penyelesaian berdasar PRM adalah dengan :

a. Menunda, tunggu waktu yang tepat – (Risk Avoidance), alternative ini dipilih jika resiko terlalu tinggi. Jika resiko yang diterima akan mengalami kegagalan total pada saat pelaksanaan.
b. Meminta ijin, acuh, ada yang bertanggung jawab, hanya pelaksana (Risk Mitigation). Tidak menghindari resiko tapi mengurangi resiko, dengan perbandingan seimbang antara Kemungkinan dan Konsekuensi.
c. Meminta pemberi tugas untuk menemui pengguna bersangkutan, jadi tanggung jawab sudah dialihkan (Risk Transference), dalam manajemen proyek hal seperti ini sudah biasa, salah satu metode adalah membeli asuransi, karena dengan premi yang sudah dibayarkan proyek akan terjamin untuk resiko tertentu.
d. Lanjutkan Pekerjaan (Risk Acceptance), alternative ini diambil jika resiko dianggap sangat kecil sehingga pantas untuk diabaikan.

Perbedaan mendasar pelaksanaan dari PRM klasik yakni, banyak penggunaan dari terlalu fokusnya penggunaan analisa kepada hal negatip sehingga kesempatan pemakaian analisa positive Risk sering terbuang percuma karena tidak dikelola. Penilaian suatu resiko akan lebih baik jika asumsi yang digunakan berdasarkan ; pengetahuan, waktu pelaksanaan, waktu perbaikan dan SDM dari pelaksana penuh, mulai dari proses awal hingga hasil akhir. Dengan strategi dan perbaikan metodologi kerja akan diperoleh suatu pendekatan sistematik yang digunakan untuk mengidentifikasikan, memprioritaskan dan memperbaiki resiko dari kerusakan peralatan ME terpasang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tulis yaa, komentar kamu...

Makna warna helm safety proyek yang perlu kamu tahu

Ibu Krisdayanti ke Project Arti warna helm safety yang digunakan oleh para pekerja di suatu pekerjaan proyek.. Indonesia sebagai negara ber...

KDAM 728x90