Volt = Ampere x Resistant |
Dalam tulisan saya sebelumnya. Ada dua komentar mengenai listrik seperti judul di atas yang ditanyakan pada Q&A. Pertama dari Ibu Sylvia yang berkaitan dengan pemakaian mesin cuci dan kedua Mas David yang berkaitan dengan pemakaian AC. Hal yang ditanyakan adalah benar dan memiliki persepsi yang sama. Hanya saja terdapat kontradiksi dengan jawaban yang saya sampaikan atas kedua pertanyaan. Lalu, apakah ada kesalahan dari salah satu jawaban yang telah saya sampaikan?
PLN, mengenakan dua istilah untuk membedakan waktu pemakaian listrik para pelanggannya, yaitu : Waktu Beban Puncak (WBP) dan Luar Waktu Beban Puncak (LWBP). Batasan rentang waktu pemakaian listrik yang termasuk dalam kategori WBP adalah 04.00 s/d 08.00 dan 17.00 s/d 22.00. Sedangkan rentang waktu dalam kategori LWBP, adalah yang tidak termasuk dalam rentang waktu dalam kategori WBP.
Pada praktek yang terjadi di lapangan, batasan waktu pemakaian listrik yang masuk dalam kedua kategori tersebut tidak selalu pasti sama persis. Tapi, pasti terjadi dalam rentang kedua batasan waktu tersebut.
Jika diikuti dari kondisi yang terjadi sehari-hari, memang ada kemungkinan terjadi konsumsi listrik lebih besar untuk pemakaian listrik di saat rentang WBP. Namun, saya perhatikan, hal itu cenderung berlaku pada pemakaian perangkat elektronik yang memiliki fitur otomatis menggunakan “sensor” sebagai pemicu nyala-mati perangkat utamanya. Contoh perangkat elektronik yang biasa dipakai dalam skala rumah tinggal dan memiliki fitur otomatis menggunakan sensor, diantaranya :
AC – sensor suhu udara ruangan.
Pompa Air otomatis – sensor kekuatan tekanan.
Oven Listrik – sensor suhu dalam ruang oven.
Kulkas / Lemari Es – sensor suhu udara dalam interior kulkas.
Konsumsi listrik pada perangkat-perangkat di atas akan terus berlangsung selama parameter ukuran yang di setel belum terpenuhi.
Misalnya, AC yang di setel untuk mendinginkan ruangan di level 27℃, tidak akan berhenti bekerja dan mengkonsumsi listrik selama suhu ruangan masih berada di atas level 27℃.
Jika AC dioperasikan bersamaan dengan turunnya voltase listrik, maka kinerja AC menjadi tidak maksimal. Dengan kondisi kinerja yang tidak maksimal selama proses mendinginkan ruangan akibat voltase listrik turun, otomatis akan menambah waktu nyala AC untuk bekerja mendinginkan ruangan. Dan itu baru akan berhenti saat sensor suhu (thermostat) pada AC telah “meraba” level udara di ruangan adalah sama sebagaimana yang telah ditentukan (disetel).
Jadi, pemakaian listrik (Watt) menjadi lebih besar dikarenakan bertambahnya lama waktu kerja AC. Secara jumlah, apakah listrik yang di konsumsi tetap sama atau tidak antara listrik dalam kondisi voltase stabil dengan tidak stabil, saya tidak mengetahui dengan pasti. Namun, waktu nyala yang lebih lama, sudah pasti akan menambah jumlah pemakaian listrik. Itulah yang bisa dijadikan acuan. Perilaku konsumsi daya yang sama juga terjadi pada perangkat elektronik lainnya sebagaimana telah disebutkan di atas.
Lalu, bagaimana dengan perangkat elektronik yang dilengkapi fitur otomatis tanpa sensor?
Meskipun sama-sama mengalami kondisi kinerja yang tidak maksimal, perangkat-perangkat berfitur otomatis tanpa menggunakan sensor tidak memiliki parameter tertentu yang harus dipenuhi selama menjalankan kerjanya. Misalnya, mesin cuci yang di setel untuk menyala selama 30 menit. Mesin cuci akan terus menyala untuk mencuci selama 0,5 jam dan pasti akan mati setelah waktu kerja 0,5 jam terpenuhi. Apakah terjadi atau tidaknya kondisi voltase listrik turun selama rentang waktu 0,5 jam mesin cuci menyala, hanya akan berdampak pada melambatnya putaran motor mesin cuci saja. Mesin cuci akan tetap mati secara otomatis setelah melewati waktu 0,5 jam. Tidak ada penambahan atau pengurangan waktu nyala mesin cuci akibat voltase turun.
Nah, sekarang kembali ke pertanyaan yang menjadi judul artikel ini, benarkah pemakaian listrik akan lebih besar jika dilakukan di bawah pukul 22.00?
Pasti lebih besar! Namun, meskipun sudah ada perkiraan perangkat elektronik seperti apa yang cenderung menjadi penyebabnya, sampai kapanpun saya tidak akan pernah bisa menyajikan buktinya. Karena, semua itu terjadi dalam kondisi voltase listrik yang tidak pasti (belum tentu bernilai sama setiap harinya). Dan, kondisi voltase listrik yang demikian, berdampak terhadap kinerja dari seluruh perangkat elektronik di sebuah rumah.
Lalu, darimana kita bisa mendapatkan satu kebenaran yang bisa mendekati untuk dijadikan acuan bahwa pemakaian listrik di saat WBP cenderung bertambah besar?
Saya menggunakan cara dengan membandingkan biaya pemakaian listrik setiap bulan dari perangkat-perangkat tersebut saat sebelum dan setelah stabilizer dipasang di rumah.
Dasar acuan yang dijadikan pembanding adalah pemakaian listrik dalam kondisi voltase stabil dan tidak stabil. Pemakaian perangkat elektronik dengan kondisi voltase listrik stabil, menghasilkan biaya pemakaian listrik lebih murah dibanding saat kondisi voltase listrik tidak stabil. Berdasarkan kenyataan tersebut, saya menarik kesimpulan bahwa saat sebelum stabilizer dipasang, memang terjadi konsumsi listrik yang tidak semestinya oleh beberapa perangkat elektronik di rumah.
Tanpa stabilizer, saya pun tidak akan pernah bisa mengetahui bahwa memang telah terjadi pemakaian listrik (Watt) secara percuma akibat kondisi voltase listrik yang tidak stabil. Apakah itu berlangsung di saat WBP atau tidak, menurut saya, sudah tidak penting dipermasalahkan. Karena, intinya, kondisi voltase tidak stabil pasti akan berdampak pada bertambahnya biaya pemakaian listrik. Baik itu di saat WBP maupun LWBP.
Jadi, haruskah stabilizer dipasang untuk mendapatkan pemakaian listrik yang konsisten setiap harinya di rumah? Hanya kita sendiri yang memiliki jawabannya. Karena, hal itu menyangkut pada sejauh mana penilaian dan kepentingan atas uang yang telah kita belanjakan untuk membeli listrik dari PLN.
Semoga bermanfaat !
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Tulis yaa, komentar kamu...