MEMAHAMI KDB DAN KLB

Ketika kita akan membangun sebuah gedung atau rumah, yang pertama kali kita urus adalah masalah perizinan, seperti IMB. Selain mengurus IMB, kita perlu tahu juga seputar aturan-aturan mengenai bangunan. Aturan ini biasa disebut dengan Peraturan Bangunan Setempat (PBS), yang setiap daerah mempunyai peraturan tersendiri.

Sebagai contoh, untuk wilayah DKI Jakarta ada 2 buah Perda ; Perda no. 7 tahun 1991 tentang bangunan di wilayah DKI Jakarta dan Perda no. 6 ahun 1999 tentang rencana umum tata ruang DKI Jakarta. Di dalam kedua Perda itu diatur mengenai syarat membangun suatu bangunan, seperti Koefisien Dasar Bangunan (KDB), dan Koefisien Lantai Bangunan (KLB).

Meskipun sudah ditentukan dalam bentuk undang-undang namun pada kenyataannya istilah KDB tersebut mungkin masih terdengar asing di telinga Anda dan KDB rumah bangunan Anda perlu dihitung, agar tidak melewati angka yang sudah ditentukan instansi yang terkait.


Koefisien Dasar Bangunan (KDB)

Seperti telah disinggung sebelumnya, bahwa aturan ini mengatur bagaimana di dalam membangun suatu bangunan, si pemilik bangunan diwajibkan menyisakan lahannya untuk area resapan air. KDB ni biasanya dinyatakan di dalam persentase.

Misalnya anda memiliki lahan disuatu daerah dengan KDB 60% dengan luasnya 150 m2, artinya anda hanya boleh membangun rumah seluas 60% x 150 m2 = 90 m2, sisanya 60 m2 sebagai area terbuka yang fungsinya seperti disebutkan diatas.

Dasar perhitungan KDB ini memang hanya memperhitungkan luas bangunan yang tertutup atap. Jalan setapak dan halaman dengan pengerasan yang tidak beratap tidak termasuk dalam aturan ini. Walaupun demikian, sebaiknya lahan tersebut ditutup dengan bahan yang dapat meresap air, seperti paving blok

Koefisien Dasar Bangunan? Menurut UU No. 28 tahun 2002 tentang Bangunan Gedung, persyaratan kepadatan bangunan meliputi koefisien dasar bangunan (KDB) dan koefisien lantai bangunan (KLB). Dengan demikian, wajar jika KDB harus diperhatikan oleh orang yang akan membangun rumah, sebab aturan ini sudah ditentukan sebagai undang-undang sehingga secara hukum kedudukannya sudah kuat.

Sama halnya jika mengendarai kendaraan di jalan, Anda harus memperhatikan rambu-rambu dan peraturan yang sudah ditetapkan. Peraturan dan rambu itu harus ditaati oleh semua pengendara agar selamat sampai tujuan. Demikian halnya dengan pembangunan rumah yang kita lakukan, ada peraturan yang mesti ditaati agar keselamatan kita pada saat menempati dan memfungsikan rumah tersebut bisa terjaga. Selain itu peraturan yang berkaitan dengan pembangunan rumah tersebut tentunya berusaha menyeimbangkan bangunan dengan lingkungan alam sekitarnya. Salah satu dari sekian banyak peraturan yang penting untuk dicermati adalah tentang KDB.

Dilihat dari artinya, KDB merupakan angka koefesien perbandingan antara luas bangunan lantai dasar dengan luas tanah kavling atau blok peruntukan. Secara matematis, untuk menentukan angka KDB bangunan rumah dapat dirumuskan sebagai berikut:

Angka KDB: Luas bangunan lantai dasar / Luas tanah atau blok x 100%

Setelah angka KDB didapat Anda harus membandingkan angka KDB tersebut dengan angka KDB yang diijinkan oleh pemerintah daerah setempat sesuai dengan Rencana Ruang Kota. Sebagai contoh, jenis KDB yang ditentukan Pemerintah Daerah disuatu wilayah adalah KDB sedang dengan angka 40% – 60%. Maka angka KDB rumah Anda tidak boleh lebih 60%.

Dalam suatu daerah, angka KDB kawasan yang ditetapkan masing-masing berbeda, sesuai dengan zona atau wilayah dan rencana pembangunan wilayah itu sendiri. Misalnya, pada suatu wilayah akan dibangun kawasan resapan air. Maka angka KDB yang ditentukan untuk kawasan tersebut dibuat kecil. Ini berarti Pemda membatasi kawasan itu untuk pembangunan rumah.

Perhitungan KDB

Persyaratan angka KDB untuk setiap bangunan rumah, berfungsi untuk menata kawasan dan menjaga kelestarian lingkungan. Karenanya, sebelum membangun atau merenovasi rumah untuk menambah bagian bangunan, hendaknya diketahui terlebih dahulu berapa angka KDB yang diijinkan. Walaupun setiap daerah menetapkan angka KDB yang berbeda-beda, secara umum ada 3 kategori KDB yang diterapkan.

1. KDB padat dengan angka KDB antara 60%– 100%
2. KDB sedang dengan angka KDB antara 40%-60%
3. KDB renggang dengan angka KDBB dibawah 40%

Secara matematis menghitung angka KDB bangunan relatif mudah. Hanya saja ada beberapa kasus yang dapat menyulitkan, seperti perhitungan teras. Apakah teras harus dimasukkan dalam perhitungan? Menurut Keputusan Menteri Pekerjaan Umum No. 441 Tahun 1998, ada beberapa pertimbangan saat menghitung KDB bangunan rumah. Pertimbangan itu diantaranya adalah sebagai berikut:

– Area beratap yang sisi-sisinya dibatasi oleh dinding dengan ketinggian lebih dari 1,20m, akan dihitung sepenuhnya sebagai luas dasar bangunan.
– Overstek atap yang melebihi lebar 1,50m, maka kelebihan luasan mendatar tersebut dianggap sebagai luas lantai bangunan.
– Teras tidak beratap yang mempunyai tinggi dinding tidak lebih dari 1,20m di atas lantai teras, tidak diperhitungkan sebagai luas dasar bangunan.
– Mezzanin yang luasnya melebihi 50% dari luas lantai dasar dianggap sebagai lantai “penuh” sehingga diperhitungkan juga sebagai luas dasar bangunan.

Meskipun sudah ada aturan tentang KDB, masih banyak orang yang kurang paham. Hal ini bisa saja dilatarbelakangi oleh kurangnya sosialisasi dan terkesan bersifat teknis sehingga sebagai orang awam banyak yang merasa ribet jika harus berurusan dengan hal-hal tersebut.


Koefisien Lantai Bangunan (KLB)

KLB merupakan perbandingan antara luas total bangunan dibandingkan dengan luas lahan. Luas bangunan yang dihitung KLB ini merupakan seluruh luas bangunan yang ada, mulai dari lantai dasar hingga lantai diatasnya. Mezanin atau bangunan dengan dindingnya yang lebih tinggi dari 1.20 m, yang digunakan sebagai ruangan harus dimasukkan kedalam perhitungan KLB.

KLB biasanya dinyatakan dalam angka seperti 1,5; 2 dan sebagainya. Tiap-tiap daerah angka JLB ini berbeda-beda. Lokasi suatu daerah semakin padat, maka angka KLB akan semakin tinggi pula.
Bila di dalam PBS anda tertera KLB = 2, maka total luas bangunan yang boleh didirikan maksimal 2 kali luas lahan yang ada.

Angka-angka KLB ini berkaitab dengan jumlah lantai yang akan dibangun. Seandainya anda punya lahan 150 m2, dengan KDB 30 % dan KLB = 1, perhitungannya sebagai berikut:

Lantai dasar = 40% x 150 m2 = 60 m2
Total luas bangunan yang boleh dibangun = 150 m2

Dari perhitungan diatas diperoleh, luas lantai dasar yang boleh dibangun hanya seluas 60 m2 saja. Sedangkan luas total bangunan yang diizinkan seluas 150 m2, berarti anda bisa membangun rumah secara vertikal, dengan jumlah lantai hanya dua atau bisa juga 2 1/5 lantai. Dari dua lantai ini, kalau dikalikan 2 didapat jumlah luas total bangunan anda = 120 m2, masih tersisa 30 m2. Sisa luas yang diizinkan (30 m2) ini dapat anda bangun diatasnya.

Saya kira peraturan ini dibuat, agar pembangunan rumah disuatu daerah akan lebih tertata dengan baik dan seimbang dan juga untuk kesehatan rumah itu sendiri. Coba kita bayangkan didekat rumah kita ada bangunan yang lebih tinggi, tentunya akan merugikan kita. Memang kenapa, karena bangunan yang lebih tinggi dari rumah kita itu akan mengurangi pasokan sinar matahari ke dalam rumah kita, karena terhalang oleh bangunan yang lebih tinggi.

Nah, bagi yang memiliki rumah, ceklah berapa angka KDB dan KLB bangunan rumah kita. Demikianlah, dengan mematuhi peraturan ini kita turut menjaga keseimbangan lingkungan kita.

Semoga bermanfaat bagi kita semua.


Referensi : - Perda no. 7 tahun 1991 tentang bangunan di wilayah DKI Jakarta
                     - Perda no. 6 ahun 1999 tentang rencana umum tata ruang DKI Jakarta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tulis yaa, komentar kamu...

Makna warna helm safety proyek yang perlu kamu tahu

Ibu Krisdayanti ke Project Arti warna helm safety yang digunakan oleh para pekerja di suatu pekerjaan proyek.. Indonesia sebagai negara ber...

KDAM 728x90